Translate

Jumat, 21 September 2018

Pentingnya Pendidikan Pancasila

Pentingnya Pendidikan Pancasila


Sangat terasa sekali bahwa semenjak digulirkan reformasi negara kita, terdapat beberapa keprihatinan yang dirasakan tentang makna Pancasila bagi bangsa dan Negara Indonesia.Salah satunya Pancasila sebagai ideologi bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi terpinggirkan.Dalam pidato-pidato resmi, para pejabat menjadi phobia dan malu untuk mengucapkan Pancasila.Anak-anak sekolah tidak lagi mengenal bunyi dan urutan Pancasila serta nilai-nilai Pancasila.Pengalaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, terasa semakin jauh panggang dari api.Bahkan kampus-kampus yang notabene sarat para cendekiawan pun berkembang kecenderungan untuk menafikan Pancasila.

Sejak gerakan reformasi digulirkan dari kampus-kampus di tanah air, tampak berkembang kecenderungan untuk menafikan Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita.Walaupun Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tetap mencantumkan ideologi dasar Pancasila sebagai dasar pendidikan nasional, peraturan pelaksanaannya tidak lagi mencantumkan pendidikan ideologi negara dalam kurikulum pendidikan nasional.Akibat dari penghapusan tersebut sangat mengkhawatirkan.Proses "colonialization of the mind"  secara tidak disadari menjadi semakin marak dan pendidikan tinggi yang "Salah Asuhan" berlangsung tanpa hambatan, menghasilkan para lulusan yang lebih menghayati paradigma ilmu pengetahuan milik budaya bangsa lain daripada ilmu pengetahuan yang berakar dari budaya bangsa sendiri (Effendi, 2006: 2).

Siregar (2012: 4) Sekjen MPR RI juga menyatakan bahwa sejak reformasi 19998, dengan dicabutnya ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila pada sidang istimewa MPR 1998, Pancasila menjadi semacam ketabuan dan barang aneh.Dalam beberapa tahun kemudian, nilai-nilai luhur Pancasila mulai dilupakan orang.Presiden Habibie pun pada peringatan lahirnya Pancasila, Pidato Bung Karno 1 Juni 2011 menyatakan, "Pancasila seolah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tidak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi.Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa.Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas apalagi diterapkan, baik dalam konteks ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan.Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi, justru di tengah denyut kehidupan, bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk demokrasi dan kehidupan berpolitik.

Tidak ketinggalan juga, mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ketika mewakili pidatonya pada peringatan lahirnya Pancasila 1 Juni 2016, menyatakan "Kita harus memulai dialog kita ini dengan mengajukan beberapa pertanyaan kritis.Mengapa kita harus bicara kembali tentang Pancasila? Ini merupakan pertanyaan fundamental yang harus kita jawab bersama.Kita merasakan dalam delapan tahun terakhir ini, di tengah-tengah gerak reformasi dan demokratisasi yang berlangsung di negeri kita, terkadang kita kurang berani, kita menahan diri, untuk mengucapkan kata-kata semacam Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, wawasan kebangsaan, stabilitas, pembangunan, kemajemukan, dan lain-lain.Karena bisa-bisa dianggap tidak sejalan dengan gerak reformasi dan demokratisasi.Bisa-bisa dianggap tidak reformis."

Presiden RI dua periode tersebut (2004 - 2014) menyatakan lebih lanjut, "Kalau saya lanjutkan pertanyaan kritis itu, kita bisa menanyakan, apakah Pancasila sebagai dasar negara dilupakan dan ditinggalkan? Apakah arah perjalanan bangsa ini menyimpang? Apakah kehidupan bernegara kita sekarang ini tidak kokoh? Apakah ekses dari reformasi dan demokratisasi terlalu besar dan terlalu mahal? Dan apa yang kita harapkan dari Pancasila dalam menjawab tantangan bangsa dan tantangan global yang kian besar dewasa ini?"

Syekh Ahmad Kaftaru, seorang Mufti Syria, dalam ceramahnya di Damaskus pada pertengahan 1987, menyatakan kagum terhadap Indonesia.Bahwa penduduknya berperilaku sangat santun dan bersahaja, murah senyum, memberi hormat kepada orang yang baru dikenal dengan membungkukkan badan, terkenal toleran dan terpancar kesabaran serta tutur bicara yang halus.Ia malu dengan dunia di Arab yang tercerai berai dan saling bermusuhan.Seharusnya orang Arab memberi contoh kepada orang ajam (non Arab), karena lebih dahulu mengenal budaya Islam."Namun sayang, di era reformasi, Pancasila yang saya kagumi dipersoalkan oleh sejumlah anak bangsa.saat terjadi krisis yang mengakibatkan keterpurukan di hampir semua kehidupan, Pancasila dijadikan kambing hitam." (Ali, 2009: XIV).

Berdasarkan uraian dan pengalaman di atas, ditambah lagi dengan munculnya ideologi-ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, maka bagi bangsa Indonesia sangat perlu upaya untuk menegakkan kembali penanaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada segenap bangsa Indonesia.Kepada lembaga-lembaga negara dan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada di negara kita.Juga tidak kalah pentingnya adalah anya upaya secara terus menerus untuk mempertahankan dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka pencapaian tujuan nasional yang termaktub di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar